Tuesday, 25 November 2014

Persoalan Ekonomi

Persoalan Ekonomi
Manusia lahir, ada dengan segala kebutuhannya. Pada awal peradaban manusia, kebutuhan ini terbatas dan bersifat sederhana. Namun, dengan semakin majunya tingkat peradaban, makin banyak dan makin bervariasi pula kebutuhan manusia. Di lain pihak, alat pemenuh kebutuhan manusia terbatas adanya. Ketidakseimbangan antara kebutuhan yang selalu meningkat dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas tersebut menyebabkan diperlukannya sebuah ilmu yang disebut ilmu ekonomi.
Beberapa persoalan pokok yang diharapkan mampu dipecahkan melalui ilmu ekonomi. Persoalan-persoalan tersebut antara lain: bagaimana mengombinasikan sumber daya yang dimiliki agar dapat menghasilkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan; apa dan berapa banyak tiap barang dan jasa perlu dihasilkan; dan bagaimana pula nantinya mendistribusikan tiap barang dan jasa kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Ilmu ekonomi yang dikembangkan oleh pakar ekonomi telah maju dan canggih. Akan tetapi ini bukan berarti semua persoalan manusia lantas berhasil diatasi. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari kita masih melihat selalu saja ada maslaah yang dihadapi. Secara umum, masalah paling besar menyangkut persoalan ekonomi.
Tentu tidak semua orang sependapat dengan argumentasi diatas, sebab tidak semua persoalan di dunia ini hanya menyangkut persoalan ekonomi. Persoalan ideology, politik, social budaya , agama, keamanan dll juga ada. Walaupun persoalan-persoalan yang lainnya tidak termasuk persoalan ekonom, melalui penelusuran lebih mendalam, ternyatalah bahwa pesoalan- persoalan non ekonomi berkaitan dengan ekonomi. Persoalan ideology, politik, social budaya dan sebagainya yang sampai menimbulkan perang antar bangsaberakarpada persalan ekonomi juga. Dengan adanya preskripsi sesuai teori-teori ekonomi yang dikembangkan, sebagian dari pesoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi dapat diatasi. Akan tetapi, sesudah persoalan yang satu selesai diatasi, tumbuh lagi persoalan lainnya. Apa konsekuensi semua ini bagi kita???? Ini menyebabkan kita perlu menggali ilmu ekonomi dengan lebih dalam, lebih canggih dan lebih ampuh untuk digunakan dalam menghadapi persoalan-persoalan dan tantangan, baik pada masa sekarang maupun yang diperkirakan muncul di masa yang akan datang.

Adam Smith atau Nabi Muhammad???


Tidak bisa kita pungkiri bahwa betapa besar jasa seorang smith dalam bidang ekonomi. Akan tetapi, pada kesempatan ini perlu juga diluruskan bahwa kebanyakan textbook ekonomi yang ditulis oleh orang-orang barat memberi penghargaan terlalu tinggi kepada para pemikir barat seperti Adam Smith. Sebaliknya, kurang memberi tempat bagi jasa pemikir-pemikir dari Timur, terutama dari dunia Islam.
Sebagai contoh, dalam ide mekanisme pasar, hampir semua buku-buku teks ekonomi yang ada mengatakan bahwa ide ini merupakan sumbangan pemikiran Adam Smith. Padahal, kita telusuri dari sejarah, jauh sebelum Adam Smith lahir, Nabi Muhammad sudah terlebih dahulu  menganjurkan kepada umatnya untuk memanfaatkan mekanisme pasar dalam penyelesaian masalah-masalah ekonomi, dan menghindari system penetapan harga oleh otoritas Negara kalau tidak terlalu diperlukan. Lebih jelas, dalam ajaran islam, otoritas Negara dilarang mencampuri, memaksa orang menjual barang pada suatu tingkat harga yang tidak mereka ridhai. Muhammad melarang pemeintah ikut campur menetapkan harga jika masyarakat tidak melakukan penlanggaran atau penyimapang yang mengharuskan munculnya suatu tindakan control atas harga. (Yusuf Qardhawi, 2001; M. Umer Chapta,2000).
Bahwa islam menganjurkan penggunaan mekanisme pasar dan menghindari penetapan harga yang tidak perlu oleh pemerintah, bias diikuti dari hadist yang diriwayatkan oleh Anas sebagai berikut: “oang-orang berkata: Ya Rasulullah, harga-harga melonjak tinggi, maka tentukanlah harga bagi kami”.
Apa jawaban Muhammad atas permintaan ummatnya mematok harga tersebut? Nabi Muhammad menjawab “Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga dan menahan rezeki kepada yang dikehendaki-Nya, serta memberikan rezeki kepada yang disukai-Nya”. (Dalam versi lain ditulis sebagai berikut: Allah yang Maha Penahan , Yang Maha Pelepas dan Maha Pemberi Rezeki). Kemudian Nabi Muhammad melanjutkan: “Adapun saya, hanya mengharap semoga ketika aku bertemu dengan Allah, tidak ada seorang pun dari kalian yang meminta tanggung jawabku atas kezaliman dalam masalah harta dan darah (akibat) perbuatan di dunia seperti menetapkan harga ini”.
Hadits diatas menunjukkan bahwa islam menganjurkan agar harga berbagai macam barang dan jasa harus diserahkan kepada mekanisme pasar sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam ajaran islam, pemerintah tidak dibenarkan memihak kepada pembeli dengan mematok harga yang lebih rendah (seperti menerapkan kebijaksanaan celling price) atau memihak pada penjual dengan mematok harga yang lebih tingggi (seperti menerapkan kebijakan floor price).
Hadits diatas menjadi landasan bahwa kebijakan mematok harga tanpa suatu alasan yang jelas dan bias diterima sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan meupakan hal yang haram atau suatu tindakan yang zalim. Dalam tiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang harus diutamakan adalah kesjahteraan yang sebesar-besarnya bagi semua pihak. Hal ini tidak hanya segolongan pembeli tertentu atau sekumpulan produsen tertentu.
Waalaupun islam telah menganjurkan penggunaan mekanisme pasar jauh sebelum Adam Smith menulis The Wealth of Nations tahun 1776, perlu diketahui bahwa adakalanya pemerintah boleh menggunakan kebijakan penetapan harga dalam kondisi-kondisi khusus. Ini terutama diperlukan jika kebijakan itu dipandang lebih adil. Menurut Ibnu Taimiyah dalam buku al-Hisbah: “penetapan harga yang zalim, itulah yang diharamkan, dan adapula yang adil, itulah yang dibolehkan”.
Yang menjadi pertanyaan, “kapan ketidakadilan terjadi di pasar?”. Ketidakadilan bisa terjadi jika ada praktik monopoli atau ada pihak-pihak yang mempermainkan harga, atau ada cengkraman dari pengusaha bermodal kuat terhadap yang kecil dan lemah. Jika pasar tiak berlaku sempurna (mengalami distorsi) atau dipermainkan oleh pedagang-pedagang bermodal kuat yang hanya mengutamakan laba semata tanpa peduli terhadap kesejateraan dan kepentingan orang lain, baru pemerintah boleh melakukan control  dan menetapkan harga. Akan tetapi tanpa alasan yang jelas, penetapan harga adalah sesuatu yang haram dilakukan sesuai hukum islam.
Pada kesempatan ini perlu dijelaskan bahwa pada sebagian pakar berpendapat bahwa penggunaan kebijakan penetapan harga diperbolehkan untuk barang-barang yang dihasilkan perusahaan milik Negara (BUMN atau BUMD) seperti BBM, listrik, telepon, air bersih , dan sejenisnya. Bagaimanapun juga, dengan melihat persoalan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan BUMN atau BUMD yang ada pada akhir-akhir ini, kiranya harus disepakat bahwa pemerintah harus hati-hati dalam menetapkan kebijaksanaan harga. Hal ini agar tidak terlalu jauh menyimpang atau terdistorsi dari harga pasar. Sekali pemerintah menetapkan harga yang rendah, maka rakyat cenderung menganggap enteng, dan menganggap bahwa harga yang rendah itu merupakan hak mereka.
Masyarakat kurang menyadari, atau memang sering tidak mau peduli, bahwa untuk penyediaan barang-barang public seperti BBM, listrik, telepon, dan air bersih tersebut dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Kalau kemampuan pemerintah tebatas- seperti yang dihadapi pada beberapa tahun terakhir sesudah kita ditimpa multikrisis sejak pertengahan tahun 1997 karena anggaran Negara semakin terbatas, sedangkan masyarakat tidak perduli dan memaksakan harga BBM, Telepon dan listrik disediakan dengan harga murah – cepat atau lambat Negara ini pasti bangkrut. Padahal, rakyat seharusnya ikut berpartisipasi menjaga agar kelangsungan hidup Negara yang dicintai ini bias tetap dipertahankan.