Tidak bisa kita pungkiri bahwa betapa besar jasa
seorang smith dalam bidang ekonomi. Akan tetapi, pada kesempatan ini perlu juga
diluruskan bahwa kebanyakan textbook ekonomi
yang ditulis oleh orang-orang barat memberi penghargaan terlalu tinggi kepada
para pemikir barat seperti Adam Smith. Sebaliknya, kurang memberi tempat bagi
jasa pemikir-pemikir dari Timur, terutama dari dunia Islam.
Sebagai contoh, dalam ide mekanisme pasar, hampir
semua buku-buku teks ekonomi yang ada mengatakan bahwa ide ini merupakan
sumbangan pemikiran Adam Smith. Padahal, kita telusuri dari sejarah, jauh
sebelum Adam Smith lahir, Nabi Muhammad sudah terlebih dahulu menganjurkan kepada umatnya untuk memanfaatkan
mekanisme pasar dalam penyelesaian masalah-masalah ekonomi, dan menghindari
system penetapan harga oleh otoritas Negara kalau tidak terlalu diperlukan.
Lebih jelas, dalam ajaran islam, otoritas Negara dilarang mencampuri, memaksa
orang menjual barang pada suatu tingkat harga yang tidak mereka ridhai.
Muhammad melarang pemeintah ikut campur menetapkan harga jika masyarakat tidak
melakukan penlanggaran atau penyimapang yang mengharuskan munculnya suatu
tindakan control atas harga. (Yusuf Qardhawi, 2001; M. Umer Chapta,2000).
Bahwa islam menganjurkan penggunaan mekanisme
pasar dan menghindari penetapan harga yang tidak perlu oleh pemerintah, bias
diikuti dari hadist yang diriwayatkan oleh Anas sebagai berikut: “oang-orang
berkata: Ya Rasulullah, harga-harga melonjak tinggi, maka tentukanlah harga bagi
kami”.
Apa jawaban Muhammad atas permintaan ummatnya
mematok harga tersebut? Nabi Muhammad menjawab “Sesungguhnya Allah-lah yang
menentukan harga dan menahan rezeki kepada yang dikehendaki-Nya, serta
memberikan rezeki kepada yang disukai-Nya”. (Dalam versi lain ditulis sebagai
berikut: Allah yang Maha Penahan , Yang Maha Pelepas dan Maha Pemberi Rezeki).
Kemudian Nabi Muhammad melanjutkan: “Adapun saya, hanya mengharap semoga ketika
aku bertemu dengan Allah, tidak ada seorang pun dari kalian yang meminta
tanggung jawabku atas kezaliman dalam masalah harta dan darah (akibat)
perbuatan di dunia seperti menetapkan harga ini”.
Hadits diatas menunjukkan bahwa islam menganjurkan
agar harga berbagai macam barang dan jasa harus diserahkan kepada mekanisme
pasar sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam ajaran islam,
pemerintah tidak dibenarkan memihak kepada pembeli dengan mematok harga yang
lebih rendah (seperti menerapkan kebijaksanaan celling price) atau memihak pada penjual dengan mematok harga yang
lebih tingggi (seperti menerapkan kebijakan floor
price).
Hadits diatas menjadi landasan bahwa kebijakan
mematok harga tanpa suatu alasan yang jelas dan bias diterima sesuai dengan
prinsip-prinsip keadilan meupakan hal yang haram atau suatu tindakan yang
zalim. Dalam tiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang harus diutamakan
adalah kesjahteraan yang sebesar-besarnya bagi semua pihak. Hal ini tidak hanya
segolongan pembeli tertentu atau sekumpulan produsen tertentu.
Waalaupun islam telah menganjurkan penggunaan
mekanisme pasar jauh sebelum Adam Smith menulis The Wealth of Nations tahun 1776, perlu diketahui bahwa adakalanya
pemerintah boleh menggunakan kebijakan penetapan harga dalam kondisi-kondisi
khusus. Ini terutama diperlukan jika kebijakan itu dipandang lebih adil.
Menurut Ibnu Taimiyah dalam buku al-Hisbah:
“penetapan harga yang zalim, itulah yang diharamkan, dan adapula yang adil,
itulah yang dibolehkan”.
Yang menjadi pertanyaan, “kapan ketidakadilan
terjadi di pasar?”. Ketidakadilan bisa terjadi jika ada praktik monopoli atau
ada pihak-pihak yang mempermainkan harga, atau ada cengkraman dari pengusaha
bermodal kuat terhadap yang kecil dan lemah. Jika pasar tiak berlaku sempurna
(mengalami distorsi) atau dipermainkan oleh pedagang-pedagang bermodal kuat
yang hanya mengutamakan laba semata tanpa peduli terhadap kesejateraan dan
kepentingan orang lain, baru pemerintah boleh melakukan control dan menetapkan harga. Akan tetapi tanpa
alasan yang jelas, penetapan harga adalah sesuatu yang haram dilakukan sesuai
hukum islam.
Pada kesempatan ini perlu dijelaskan bahwa pada
sebagian pakar berpendapat bahwa penggunaan kebijakan penetapan harga
diperbolehkan untuk barang-barang yang dihasilkan perusahaan milik Negara (BUMN
atau BUMD) seperti BBM, listrik, telepon, air bersih , dan sejenisnya.
Bagaimanapun juga, dengan melihat persoalan yang dihadapi oleh
perusahaan-perusahaan BUMN atau BUMD yang ada pada akhir-akhir ini, kiranya
harus disepakat bahwa pemerintah harus hati-hati dalam menetapkan kebijaksanaan
harga. Hal ini agar tidak terlalu jauh menyimpang atau terdistorsi dari harga
pasar. Sekali pemerintah menetapkan harga yang rendah, maka rakyat cenderung
menganggap enteng, dan menganggap bahwa harga yang rendah itu merupakan hak
mereka.
Masyarakat kurang menyadari, atau memang sering
tidak mau peduli, bahwa untuk penyediaan barang-barang public seperti BBM,
listrik, telepon, dan air bersih tersebut dibutuhkan modal yang tidak sedikit.
Kalau kemampuan pemerintah tebatas- seperti yang dihadapi pada beberapa tahun
terakhir sesudah kita ditimpa multikrisis sejak pertengahan tahun 1997 karena
anggaran Negara semakin terbatas, sedangkan masyarakat tidak perduli dan
memaksakan harga BBM, Telepon dan listrik disediakan dengan harga murah – cepat
atau lambat Negara ini pasti bangkrut. Padahal, rakyat seharusnya ikut
berpartisipasi menjaga agar kelangsungan hidup Negara yang dicintai ini bias
tetap dipertahankan.